5 Kesalahan Fatal yang Sering Dilakukan Istri Masa Kini

Dunia dipenuhi dengan perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. Ialah wanita yang menjadikan ketaatan kepada Allah Ta’ala, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, dan suami sebagai imamnya.

Mirisnya, jumlah wanita shalihah semakin langka di akhir zaman ini. Kaum Hawa ini banyak melakukan blunder. Kesalahan mereka menjadi dominan hingga fatal.

Kesalahan-kesalahan itu mengantarkan mereka pada derajat yang nista di dunia dan akhirat. Padahal mereka diciptakan untuk menjadi ratu bagi para bidadari surga.

Berikut ini lima kesalahan fatal yang kerap dilakukan oleh para istri masa kini.

1. Nusyus (Membangkang)
Ialah tidak taat kepada suami dalam kebaikan. Mereka memberontak, meski diperintah melakukan kebaikan oleh laki-laki yang telah menjadi imam baginya. Istri jenis ini semakin banyak.

Sebabnya pun melimpah. Bisa karena kedudukan di masyarakat yang lebih terhormat dari suami, lebih tinggi pendidikannya, lebih pandai dari suami, memiliki sumber penghasilan sendiri, atau sebab lainnya.

Termasuk kategori membangkang ialah keluar rumah tanpa izin, memasukkan orang-orang yang tidak disukai oleh suami ke dalam rumah, menerima tamu tanpa izin suami, berkata ketus kepada suami, dan lain sebagainya.

2. Abai Terhadap Penampilan
Hari itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda kepada sayyidina ‘Umar bin Khaththab, “Maukah aku tunjukkan kepadamu sebaik-baik simpanan? Ialah wanita shalihah, yang menyenangkan saat dipandang oleh suaminya.”

Laki-laki merupakan makhluk visual. Ia mudah tertarik dengan yang bening-bening. Bahkan lintasan seorang wanita dengan kecepatan cahaya saja bisa dilirik dan diketahui kualitas kecantikannya oleh para laki-laki.

Maka tidak heran jika diumbarnya pandangan menjadi salah satu sebab utama lahirnya perselingkuhan setelah memudarnya cinta sang suami kepada istrinya.

Masalahnya ialah, laki-laki disuguhi banyak pemandangan bening saat di luar rumah, tapi harus menikmati pemandangan kumuh saat di rumah lantaran kemalasan sebagian istri untuk berdandan.

Lebih parah karena suami dipaksa melihat istrinya menggunakan pakaian masak saat tidur dan pakaian ngepel saat duduk santai berdua.

Tapi, suami juga tak bisa sewenang-wenang hanya dengan menyuruh istrinya berdandan tapi luput menyediakan anggaran untuk keperluan tersebut. Sebab memang, cantik itu butuh modal yang tidak sedikit.

Jangan sampai mendambakan istri bak putri raja tapi hanya memberi nafkah yang untuk potong rambut di salon saja tidak cukup.

3. Ingkari Jasa Suami
Dalam hadits yang masyhur disebutkan bahwa wanita menjadi sebagian besar penghuni neraka. Para sahabat bertanya sebabnya, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam menjawab,

“Karena kalian-para wanita-amat sering melaknat dan mengingkari jasa suami.” (Hr. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim Rahimahumallahu Ta’ala)

Ini merupakan karakter. Tapi, bisa disembuhkan jika sungguh-sungguh belajar.

Banyak istri yang karena suami tidak berkata romantis saja langsung berkata, “Sejak menikah sampai memiliki sepuluh anak, dia tidak pernah mengatakan sayang atau ekspresi romantis lainnya!”

Hanya karena suami lupa menjemput sebab ketiduran atau lelah, sang istri bisa dengan mudah berkata, “Kurasa, dari dulu selalu begini. Kamu tidak pernah tepat waktu saat menjemputku, tapi bergegas ketika ada janji dengan orang lain.”

Lantaran lupa mengirim pesan tatkala lembur, si istri amat mudah melontarkan kalimat, “Kamu bisa gak sih izin dulu? Minimal ngabarinlah! Sejak dulu begini. Selalu gak ada kabar. Bikin istri khawatir saja.”

Aduhai… Bersabarlah wahai para istri. Berlapang dadalah wahai para suami.

4. Ingkari Kebaikan Suami
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi Rahimahullahu Ta’ala, para istri diberi peringatan agar tidak menyakiti suami dengan mengingkari kebaikan yang selama ini dilakukan. Bahkan disebutkan, bidadari yang kelak ditakdirkan menjadi istrinya di surga bertutur,

“Jangan engkau menyakitinya! Allah Ta’ala akan murka kepadamu. Seorang suami hanya tamu yang bisa segera berpisah denganmu (untuk kemudian) menuju kepada kami.”

Kadang sebabnya sederhana. Suami memang pendiam. Tidak mudah berkata-kata romantis. Lantas karena satu kekurangan itu, si istri merajuk ke banyak tempat untuk mengadukan persoalannya.

“Suamiku gak romantis! Dia hanya memikirkan kebutuhannya. Dia tidak pernah memperhatikan kebutuhanku untuk menerima kalimat-kalimat yang manis.”

Jadi, satu kekeliruan itu benar-benar bisa menutup semua kebaikan sang suami, termasuk kesungguhannya untuk bekerja menafkahi istri, anak, dan keluarganya.

Meski memang, suami juga harus belajar untuk mengungkapkan. Sebab berkeluarga merupakan kehidupan saling. Bukan egoisme.

Oleh karenanya, para istri hendaknya bisa menempatkan diri. Jangan sampai satu kekeliruan menjadi sebab tertutup bahkan hilangnya ribuan kebaikan yang sudah dilakukan oleh suami kepadanya.

Belajarlah untuk bersikap adil. Jika suami lakukan kesalahan di satu sisi, jangan salahkan sisi lain yang tidak ada kaitannya. Berikan pemakluman atas kekeliruan suami sebagaimana penerimaan dan kebahagiaanmu saat suami melakukan kebaikan.

5. Mengungkit Kebaikan Diri
Allah Ta’ala berfirman dalam surat al-Baqarah [2] ayat 264,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebut dan menyakiti (perasaan si penerima) …” (QS. al-Baqarah : 264)

Di dalam pernikahan, masing-masing pihak harus bersikap lapang dada dan mengesampingkan egoisme. Ada banyak kebaikan yang didapatkan tatkala masing-masing kita tidak bersikap reaktif terkait persoalan apa pun.

Dan ketika reaktif, apalagi untuk hal-hal sederhana yang pokok, maka dampak rusaknya akan sangat signifikan.

Mengungkit kebaikan diri, dalam banyak maknanya bisa amat menyakitkan bagi pasangan.

“Dahulu, suami saya bukan apa-apa. Kerjanya gak jelas. Sekolah juga gak terlalu pandai. Setelah menikah dengan saya, dia juga tidak prospektif. Baru setelah berdiskusi dan mendapatkan banyak saran strategis dari saya, dia menemukan kelebihannya, memulai usaha, dan sesukses sekarang ini.”

“Andai bukan karena jasa saya, mungkin dia bukan siapa-siap dan tak tahu kini tengah berada dimana.”

Kalimat di atas mungkin berupa fakta. Kenyataan. Bukan opini apalagi kisah bohong. Tapi percayalah, ketika kalimat itu sampai terucap kepada orang lain apalagi di depan umum, seorang istri telah menyayat hati suaminya.

“Selama ini, suami lemah dalam menafkahi. Kerjanya tidak jelas. Penghasilannya jauh dari makna cukup. Kami sering berhutang, bahkan sering mendapatkan subsidi dari keluarga saya. Semangatnya lemah. Mudah menyerah. Banyak mengeluh. Tidak tahan banting. Mungkin jika tidak dibantu keluarga saya, entah kami makan apa selama ini.”

Mengungkapkan fakta tidak pernah salah. Apalagi jika disampaikan dengan bahasa santun dan saat berdua. Dalam suasana yang menyenangkan, merencanakan kehidupan esok, sembari menikmati kehangatan kebersamaan dengan pasangan.

Percayalah, laki-laki tetaplah laki-laki. Dia sangat tidak suka jika direndahkan. Apalagi, dia bisa dengan mudah menjatuhkan cerai atau kabur dari rumah tanpa pamit, meski itu termasuk perbuatan zalim.

Maka belajarlah menjadi istri yang qana’ah. Insya Allah, dengan qana’ah itulah sang suami akan semakin semangat mengupayakan yang terbaik untuk Anda, anak-anak, dan keluarga besar.

Dalam tahap-tahap tertentu, suami hanya butuh kepercayaan. Bukan dikte. Oleh karenanya, senantiasalah berilmu agar bisa menjadi istri terbaik dan menjadi sarana bagi kebaikan suami Anda.

Bukankah sakinah, mawaddah, dan rahmah yang Anda inginkan ketika pertama kali berniat menikah?

Wallahu a’lam.

Sumber: keluargacinta.com


Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments